Sabtu, 06 November 2010

sejarah kopi

History of Coffee

 
Inilah kopi, minuman yang memberi energi suasana hati anda. Dulu di tanah Arab, kopi adalah obat anti kantuk paling mujarab. Bangsawan Eropa menjadikan kopi klangenan dan teman dalam perjalanannya mengelilingi bumi ini

 
Ada banyak mitos mengenai sejarah biji kopi. Salah satu cerita tertua bahwa Etiopia adalah daerah asal muasal kopi. Di tanah Afrika Timur itu alkisah hiduplah seorang gembala kambing bernama Khaldi. Dia memperhatikan bahwa setelah memakan buah tertentu, kambing – kambing itu terlihat lebih gembira, bergerak lincah di sekitar pohon berdaun gelap berbuah merah.
Penasaran, Kaldi ikut – ikutan mengunyah buah itu. Segera ia merasa lebih berenergi. Ia pun menduga perilaku kambingnya yang aneh disebabkan biji yang kemudian dikenal sebagai kopi itu.
 
Sesaat kemudian datanglah seorang imam dalam keadaan mengantuk menuju perjalanan menunaikan salah subuh di mesjid terdekat. Ia melihat Kaldi dan kambing – kambingnya di sekitar pohon kopi. Melihat fenomena itu, sang imam pun mencoba biji kopi tersebut. Kecewa akan rasa pahit yang sangat buah tersebut, imam itu kemudian membuang biji dari buah tersebut ke api unggun. Segera setelah itu mulailah tercium aroma kopi yang sangat menggoda. Penasaran, imam itu lantas melakukan berbagai eksperimen terhadap buah pohon tersebut, termasuk memanggang dan merebus bijinya.
 
Hasil dari eksperimennya itu lahirlah minuman kopi yang menyegarkan dan memberi energi. Segera saja minuman tersebut menjadi favorit untuk mengobati kantuk sebelum sembahyang. Kebiasaan ini menyebar dari mesjid ke mesjid sampai akhirnya tersebar ke seluruh dunia.
KOPI PERTAMA

Awalnya orang – orang Eropa mengira kopi berasal dari Yaman, negara di ujung selatan semenanjung Arab. Para ahli sejarah menyatakan bahwa bahwa kopi memang berasal dari Etiophia, tepatnya di pegunungan Kaffa. Mungkin dari nama pegunungan inilah asal kata coffee. Bukti - bukti botanis menunjukkan bahwa Coffea Arabica, species kopi terbaik di dunia, berasal dari dataran tinggi Etiopia. Pepohonan kopi arabica itu sampai kini masih tumbuh liar di sana, di antara pepohonan di hutan lebat

Tidak dapat dipastikan bagaimana akhirnya biji kopi Arabica bisa menyeberangi Laut Merah menuju Yaman. Mungkin biji kopi itu dibawa lewat hubungan dagang yang terjadi kurang lebih 800 tahun SM. Meski begitu, para sejarawan tidak terlalu yakin karena tidak ada bukti yang cukup kuat. Invasi orang Etiopia ke semenanjung Arab bagian selatan pada tahun 525 diduga kuat adalah pembawa biji kopi itu.

Pendudukan Etiopia di Yaman yang bertahan selama 50 tahun memberi cukup waktu menularnya kebiasaan minum kopi di semenanjung Arab. Biji buah berwarna merah itu segera menjadi bagian dari gaya hidup orang Yaman, termasuk budi daya tanamannya pada abad ke – 6.

Bukti tertulis pertama ditemukan pada dokumen medis persia sekitar abad 9 SM. Kemudian pada abad ke-11 SM, avicenna, seorang dokter dan filosofer ternama menulis sebuah dokumen yang mencatat efek – efek yang dimiliki oleh biji kopi pada sistem pencernaan manusia.

Penikmat kopi pertama adalah orang – orang Arab di semenanjung Arab, dengan jumlah semula yang sangat terbatas. Ketika itu sebelum dijadikan minuman sedap, kopi adalah obat. Setelah itu baru dinikmati sebagai minuman para sufi yang membutuhkannya, supaya tidak mengantuk pada saat bermeditasi dan beribadah. Kemudian penikmatnya melebar ke jalan – jalan sampai akhirnya berdirilah warung – warung kopi, tepat menikmati kopi di Kairo dan Mekkah.

Dari semenanjung Arab, kopi dibawa ke India oleh Baba Budan, peziarah muslim dari India. Pada zaman itu haram hukumnya dan bisa dihukum mati apabila membawa biji kopi tanpa direbus atau disangrai terlebih dahulu keluar dari semenanjung Arab. Tujuannya agar biji kopi tidak bisa di tanam di luar daerah itu.

Sekitar tahun 1650, Budan nekat membawa 7 biji kopi di perutnya, segera setelah sampai di rumahnya di Chickmaglur, India Selatan, ia menanam biji kopi itu dan berkembang dengan subur.

Wiliam Ukers dalam ensiklopedianya berjudul All About Coffee yang ditahun pada tahun 1928 mencatat, keturunan biji kopi pertama itu masih berkembang biak dengan subur di hutan Chickmaglur pada masa itu, Sayangnya, sekarang keturunan pohon kopi tidak tumbuh lagi di hutan itu.

Jumat, 05 November 2010

sale luwak coffee

KOPI LUWAK @rtha
the original java's coffee luwak

Type: Robusta & Arabika

Robusta :

1. biji kopi mentah atau bongkahan belum dicuci (in stone-raw): IDR 70.000/ons - IDR 700.000/kg
2. biji kopi mentah sudah dicuci (in stone-semi raw/clean) : IDR 75.000/ons - IDR 750.000/kg
3. biji kopi roasted (Luwak roasted) : IDR 87.500/ons - IDR 875.000/kg
4. kopi bubuk (Luwak instant coffee) : IDR 140.000/ons - IDR 1.200.000/kg

Arabica :

1. biji kopi mentah atau bongkahan belum dicuci (in stone-raw): IDR 75.000/ons - IDR 750.000/kg
2. biji kopi mentah sudah dicuci (in stone-semi raw/clean) : IDR 80.000/ons - IDR 800.000/kg
3. biji kopi roasted (Luwak roasted) : IDR 92.500/ons - IDR 925.000/kg
4. kopi bubuk(Luwak instant coffee): IDR 150.000/ons - IDR 1.400.000/kg

Harga blm termasuk ongkir (this price not include delivery cost)

for more detailed just call : Cak faruq: 62-2199512233 / 62-8119441520 Email : faruuuq@yahoo.co.id

harga dapat berubah sewaktu-waktu (this price can be change anytime).

about kupi luwak

Foto saya
Kopi luwak (Indonesian [ˈkopi ˈlu.ak]), or civet coffee, is coffee made from the beans of coffee berries which have been eaten by the Asian Palm Civet (Paradoxurus hermaphroditus) and other related civets, then passed through its digestive tract.[1] A civet eats the berries for their fleshy pulp. In its stomach, proteolytic enzymes seep into the beans, making shorter peptides and more free amino acids. Passing through a civet's intestines the beans are then defecated, keeping their shape. After gathering, thorough washing, sun drying, light roasting and brewing, these beans yield an aromatic coffee with much less bitterness, widely noted as the most expensive coffee in the world. Kopi luwak is produced mainly on the islands of Sumatra, Java, Bali and Sulawesi in the Indonesian Archipelago, and also in the Philippines (where the product is called motit coffee in the Cordillera and kape alamid in Tagalog areas) and also in East Timor (where it is called kafé-laku). Weasel coffee is a loose English translation of its name cà phê Chồn in Vietnam, where popular, chemically simulated versions are also produced.